http://www.fotografer.net/galeri/view.php?id=1258622
http://www.fotografer.net/galeri/view.php?id=1258622
KASIH DI MATA TEDUH
Dimuat di Majalah MODE Indonesia
Nomor 02 Tahun XX Januari 1996 hal
86-88
“Serahkan semuanya pada waktu, Raga. Tidak perlu terburu-buru mengambil keputusan, kesimpulan atau apa pun
namanya. Kita hanya dapat mengikuti kehendak waktu, bukan?"
"Tio, tidak
sedikit yang telah kita ungkapkan,
telah kita tuturkan sebagai wakil dari rasa yang kita punya. Sekarang, begitu saja, kau renggut kebanggaanku. Kau lempar ke jurang yang
teramat dalam. Please, jangan berolok-olok, Tio!"
Menampung Kata
dan kau mencucurkan kata dengan
seribu emosi yang tak lagi bernaluri
Apalagikah pinta menyulitkan nafas
membelenggu butir oksigen
dalam darah selain merasa benar dan agung
dengan teriakan kebohongan dalam mukamu
yang telah jadi hitam
airmata menjelajela menguntai. meratapkan
ketakpercayaan pada perselingkuhan tiga hari
amat singkat untuk berubah, tie
apapun bentuk percintaan yang diagungkan
bahkan, di ketika aku menyemangati impimu
dan kau mencucurkan kata dalam
kepastian perselingkuhan
1995
Harian Haluan, 26 Desember 1995
Betapa Sulitnya
keruntuhan beruntun kebanggaan adalah
hikayat kematian itu sendiri. tersimpuh
di pintu makam, katakata memaksa mengungkai
yang telah bersatu dengan nafas dan jantung
kebeningan dan kesahajaan telah dilemparkan
pada belantara, tergadai dalam dekap
helaihelai daun berpelepah panjang
pada suatu hari yang penuh angin lembab
dan kaupun teriakkan "Kodrat!"
kambinghitamkan suratan Ilahi
seberapa besar iman-setiamu, efri
bahkan ketika aku memaklumi dongenganmu
1995
Harian Haluan, 26 Desember 1995
Hikayat Kepasrahan
bahwa lukaluka telah dipersembahkan
digariskan di atas sebidang kesetiaan
dan penungguan. kau tahu itu
bahwa dari shalat dan dzikir
dzikir aku ikrarkan pada llahi
sebegitupun, hakikat kepalsuan
meredam tubuhmu, mendansakan perasaan
sebagai tarian amoria imitasi
berbangkaikan lalatlalat anyir
berjubah keagungan masa lalu
dan, sebegitupun, aku memahfumimu
sebagai kelanjutan tonilmu
1995
Harian Haluan, 26 Desember 1995
Malam Ini
angin mendesau di pucuk pinus, menjelang malam
tak ada jelmaan cahaya yang melingkari hidup
matahari serupa genderang terbuang sayang
orang-orang mempergilirkan nafsu
pada embun semua tersungkur, mencium tanah
keringat mengalir serupa sungai yang besar
menunggu muara berombak, menautkan
keperkasaan dan dengus keliaran
merayapi dinding malam
menyaksikan embun yang turun yang sepi
matahari serupa genderang terbuang sayang
mengekalkan malam tak berpunya pagi: sepertinya
menjilati nurani, mengikis cinta
kasih dan kemanusiaan
1989
DUA PASANG MATA DUKA
Dimuat di Majalah Remaja Aneka
Nomor 07 Tahun III 06 April 1992 hal
14-17
Angin yang berhembus menebarkan aroma laut
ke setiap penjuru kampus. Beberapa daun mahoni melayang-layang terbawa angin
dan kemudian jatuh di pelataran parkir. Beberapa pipit kecil bercengkrama di
dahan yang bergerak-gerak. Melompat-lompat gembira. Duh, kalau saja hidup sebahagia
mereka, adakah yang lebih indah daripada itu? Aku memperhatikan diam-diam.
BINGKAI NUANSA UNGU
Dimuat di Majalah Remaja ANEKA
Nomor 17 Tahun V 27 Agustus 1994 hal 26-29
Senja seperti terlalu cepat
direnggut malam. Hujan yang bagai ditumpah-ruahkan dari langit baru saja reda.
Dan, masih saja, aku seperti berada di tengah-tengah kesunyian dan keterasingan
yang dilingkar oleh keceriaan arena camping.
"Titi...
melamun?"
Suara berat Amboro menyentak
kesunyianku. Duhai, mengapa tiba-tiba aku harus berdegup? Kikuk dan kelihatan
amat tolol di depan camping-out leader
ini? Ah, tidak boleh dibiarkan!
SENYAP: LARA DADA DARA
Dimuat di Majalah MODE Indonesia
Nomor 08 Tahun XVIII April 1994 hal 34-37
denting, ketuk,
detak
jadi nada tak
terurai tala
senyap, sayup,
sunyi - sampai
mengalir dalam
kesepian; tak berujung
Dengan gerakan yang teramat lemah, Liona menarik
tubuhnya yang terduduk pasrah di
bangku. Sekali diusapnya keningnya yang berkeringat. Doa-doa terus meluncur
dari lubuk hatinya: Sembuhkan ia, Tuhan!
Liona memindahkan
bobot tubuhnya yang terasa menjadi
beban ke dinding. Bersandar. Dipandangnya perempuan empat puluhan yang terbaring di ranjang. Ibu, kau terlalu tua
untuk usiamu sebenarnya...
"Liona..." Belum lagi selesai perempuan itu dengan desahannya, Liona telah menghambur
lagi mendekati ranjang.
"Ini Liona,
Bu."
AH, RE...
Dimuat di Majalah MODE Indonesia
Nomor 02 Tahun XIX 21 Januari 1995 hal
72-74
Re menahan nafas. Untuk pertama kalinya Re merasakan genggaman tangan seorang cowok. Tubuhnya bergetar dan panas-dingin. Rasanya, keringat yang menyemburat dari segenap pori, dipompakan oleh sebuah mesin berkekuatan besar. Lihat, serupa kepanasan, ia berpeluh."Kamu kedinginan, Re?" tanggap Bo, sang cowok, dengan suara yang bergetar. Re gelagapan. Dimakinya dirinya sendiri. Duh, mengapa aku menjadi begini gugup?! Sial, ketahuan Bo lagi!
NEW KID ON THE BOOK
Dimuat di Majalah Remaja Mingguan HAI
Nomor 45 Tahun XVI 10 November 1992 hal 68-70

Bing bela-belain diri menekuri buku-buku sastra. Padahal selama ini doi sama sekali nggak tertarik pada
cerita-cerita, yang katanya, musingin plus mbosenin itu. Bing bersikukuh bahwa
cerita sastra hanya menghabiskan enerji belaka. Kelewat berat, komentarnya
suatu kali.
Langganan:
Komentar (Atom)






