surat imajiner kepada Marsinah
serasa didengar garpu tala yang kemaren dibeli
merambat bertukar fungsi, mendenting
di meja mahkamah terbelah palu bundar
resonansi getarnya amat lembut
toga hitam dan tumpukan buku tebal tak terbaca
teronggok berdebu di bawah meja
kesaksian, sumpah, doa bersama
adalah nyanyian yang amat sentimentil
di tengah gemuruh teriak kematian buruh
ya, hanya komposisi nada cengeng
tak terukur tala
menyaksikan tonil penuh kelucuan yang bodoh sambil duduk lesehan menikmati kopi bergula pahit dan seplastik kacang goreng yang tiada garing; hanya angin merayap dan kedinginan pori yang dirasa
di kursi-kursi empuk di ruangan megah-mewah
orang-orang menyaksikan kisah serupa: Tetapi bukanlah tonil yang kampungan, Dik!
Maret 1994
Agustus ke-47
kepada negeri dwiwarna: rudhira swita
dalam lorong panjang waktu, bukan labirin
sedayu-dayu angin menjalin lintang khatulistiwa
menaburkan permata, serupa riak samudera
mengekal jalan, terbentuk dari darah dan kepercayaan
suatu waktu lalu, kita susun bata merah dan putih
kukuhkan pertautan di tanah yang hanya lempung
bergandeng susuri ngarai dan bengawan
dalam tingkap hati yang telah membuka sejak langkah pertama
biarkan ngarai dan bengawan dirayapi kering
tanpa kita kehilangan airnya yang ngalir bening
(adakah musim panas mengerontang atau
musim hujan mebah hingga latar merah dan putih
hanya dwiwarna yang kabur dan tiada berarti?)
kita telah susun bata merah dan putih
kukuhkan pertautan di tanah yang hanya lempung
Agustus 1992