(sebuah sajak)
pulang kepada ketakberdayaan
tubuhku terbelit kamar putih yang
mungkin telah dihuni
seribu raga berjiwa atau tanpanya
“telah berapa jiwa dikecup
malaikat di kamar ini?”
kuyakini, betapa tipis ruang
hidup dan sunyi
derap kaki di koridor
menghitung-hitung jarak
adakah ia pengunjung atau pelayat
atau peziarah dengan buket melati
apa bedanya, Tuhan
di atas angin jiwa sama
sunyi merenda harapan menjadi
mimpi
ini kesenyapan datanglah
sebagai pengunjung
sebagai pengunjung
pelayat atau peziarah
merontokkan melati dan menaburnya
dengan berkedip
tapi kau melenggang sangat jauh
jemariku memeluk serpihan kaca
tempat kau menjentikkan jari
bersapu tangan putih
aku melihat seperti surai
menggelombang kusimpan
1997
Tidak ada komentar:
Posting Komentar