berdeburlah langit beringsut
memampatkan laut bergelora
bintang menyelam menyuruk di
perut ikan
bulan tenggelam terkapar di
punggung pari
matari melayang di padat air
gunung menukik
bukit membelah
kepala rengkah
la ilaha illallah
aku berdiri kuat
tegak di atas langit beringsut
menggandeng jemariMu
nan lentik lembut
1989
Harian Singgalang, 21 Oktober 1990
SAJAK: RAJA
1. ia tegak jauh di pinggir arena di belakang laskar bidak
di samping sakti menteri sekitar licik kuda
di seputar tajam gambit dan di balik kokoh benteng
la pelan berkata; akulah raja selamat adalah mutlak sjahtra adalah saya
toh, tak mantri, tak gambit, tak kuda dan juga tak bidak niatan skak lalu aku mati tak tidak begitu tak!
2. pion atau bidak di mata siapa beda? mereka hanya punya satu jalan: merangsak atau menyilang sekedar membunuh lalu berdiri mengangkang dan bersiap untuk rebah yang terkotak
⁃ benarkah sang bidak demikian tulus untuk mati demi tak skak? atau raja telah menirani?
3. Jauh di belakang demarkasi bérkelilingkan satria pembela
la tegak setengah sembunyi ketika lawan merangsak kotak demi kotak
la alirkan titah : bendungkan itu! bidak pun merangsak
mati mereka selesai usai hilang tak berlencana
4. la berkata lambat lambat setelah bidak gambit kuda
atau apalah namanya mencecerkan darah tak berwarna
di papan terkotak
remis r e m i s !
5. Adakah makna diberi bidak menggelimpang
kalau hanya untuk r e m i s belaka?
la berkata pelan: ada banyak warna
lawan tidak skak palagi mat
6. arwah bidak mengumpat sambil senyum sedikit
saja: imbangkah setelah mati tak berperi
sedang lawan tak bergugur sejumlah kami?
7. la tersenyum jauh
sampai papan ditutup
sampai semua kumpul lagi
dalam kotak
Parak Anau, Des 1990
Harian Singgalang, 2 Juni 1991
Tidak ada komentar:
Posting Komentar