tersentak dari lelap dari ujung malam mengikat
bantal seprai di ranjang kumal oleh
bercak dari air mata keringat sampai tetes pagu
-hujan di luar deras sekali, Tin
serenada mengusung diri hingga terbang jauh
ke seberang. Sudah beribu kilonya sampai Padang
Purwokerto pun hanya sebatas jarak hati yang koyak.
berbatas selat Sunda kita ada. Krakatau membatu purba.
tertatih aku duduk di bakau hening
menatap nanar ke seberang yang tak tampak
lalu mengepaklah Angsa Putih di punggung ombak
berputar, menari lalu terbang melintasi selat
-terbanglah sejauhmu, Tin
"Padang bukan tempatku,'' katamu suatu kali di bis
keringat membanjir di wajahmu
dengan nafas terburu kau lempar tatap
ke luar jendela: menelan gugupmu, sendirian
"Orang Padang dibeli, ya? tanyamu takut
mengilas memandangku. Ah, kami tak seburuk itu
di mata kalian: barang dagangan yang diusung-usung.
aku duduk di selat. menekur menggurat-gurat pasir
lidah air sampai ke pusar. Padang - Purwokerto
memang jauh, dik...
"Orang Padang dibeli, ya?"
kutelan keringat, air mata, darah
selat krakatau
sampai angsa tak pulang jua....
1990 -1991
Harian Singgalang, 23 Februari 1992
Tidak ada komentar:
Posting Komentar